Pages

Friday 7 October 2011

Tikus dan Aku

Malam-malam terakhir dibulan Romadhon lalu, sering kali aku duduk di teras rumah usai makan sahur sekedar menunggu waktu subuh. Saat itu udara cukup dingin dan serasa menusuk kulit. Perhatianku saat itu tertuju pada seekor tikus yang mengendap-endap mau masuk kerumahku. Aku mencoba membiarkan tikus itu masuk kerumahku dengan harapan ingin mengetahui apa yang menarik bagi tikus itu hingga kuperhatikan dari tadi mondar-mandir mau masuk ke rumah.
Sekelebat kemudian tikus itu telah masuk kerumah, dan perlahan aku segera mengikutinya. Ternyata tikus itu segera menuju ke meja makan yang diatas meja makan tersebut terdapat beberapa sisa makanan dipiringku yang tak sempat aku habiskan pada saat sahur tadi. Yah, beberapa potong ikan bandeng yang itupun tinggal duri dan kepalanya saja. Perlahan tikus itu mulai naik ke meja makan dan mendekati sisa makan yang ada di piringku tadi. Dengan sigap akupun mulai mengambil sapu untuk memukulnya.

Mungkin karena gerakanku yang kurang hati-hati , tikus itu tahu kehadiranku, namun anehnya dia tidak beranjak pergi, bahkan menatapku dengan tajam.
Perlahan perasaan aneh menyelimutiku, aku merasa tikus itu berusaha berkomunikasi denganku.Dan selanjutnya, kudengan tikus itu bersuara dan berbicara layaknya seorang manusia. " Hai, mul. Apa yang akan kau lakukan dengan sapu itu ? Apa kau hendak memukulku hanya karena aku memakan makanan yang telah tidak kamu makan bahkan telah engkau buang ?
Mendadak aku hentikan niatku untuk memukul tikus itu. dan aku berusaha menenangkan diri sambil perlahan bersandar di dinding sampai tikus itu ku dengar berkata lagi. Apa yang membuatmu benci denganku? hingga tiap engkau melihatku, engkau selalu ingin memukulku dengan penuh kebencian.
Serasa lemas seluruh badanku mendengar hujah tikus yang begitu mengena di hatiku.
Aku tertegun sejenak dan mencoba menjawab, "wahai, tikus. Bukankah engkau ini binatang yang menjijikan dan dapat mendatangkan penyakit ? Makanya aku harus membunuhmu ? Tikus itu tetap dengan santainya berusaha menikmati beberapa potong sisa makanan tadi dan tak lama kemudian berkata lagi, Benarkah aku menjijikkan. Dan jika aku menjijikkan , apakah itu kemauanku untuk tercipta dalam wujud seperti ini. Hai, mul. Pernahkah terlintas dalam fikiranmu. Kebaikan apa yang pernah kau lakukan hingga Tuhan Sang Maha Cinta menciptakan kau dalam wujud manusia dan bukan dalam wujud tikus seperti aku. Dan kesalahan apa yang pernah aku lakukan hingga Sang Maha Cinta menjadikan aku dalam wujud hewan seperti ini dan bukan dalam wujud manusia seperti engakau. Apa engkau sanggup menjalani kehidupan seperti aku jika Sang Maha Cinta menjadikan engkau dalam wujud seperti aku ? Bukankah wujudku yang menurutmu menjijikan adalah ciptaan dari Sang Maha Cinta, yang artinya jika engkau membenci wujudku pada hakikatnya engkau membenci ciptaan Sang Maha Cinta ? Yang artinya sama saja engkau dengan menghina Sang Maha cinta karena telah menjadikan mahluk dengan wujud seperti aku. Semakin lemas kurasa badan ini, mendengar penjelasan tikus tentang yang begitu dalam menggugah kesadaranku. Bahkan selanjutnya, tikus itu masih berkata, "Dan jika engkau menganggap aku yang menyebabkan penyakit, bukankah itu berarti engkau sudah jauh dari Sang Maha Cinta ? Sebab sesungguhnya tidak ada satupun dimuka bumi ini dan dibawah langit yang dapat mendatangkan manfaat maupun mudharat tanpa seijin dari Sang Maha Cinta? Aku semakin terpojok dengan kata-kata tikus tadi dan aku terdiam seorang diri.
Kembali tikus itu berkata, "Mul, kau boleh memukulku, bahkan membunuhku. Namun lakukan itu karena engkau menjalani takdirmu dan lakukan itu dengan penuh cinta bukan dengan penuh kebencian, karena kita adalah sama-sama titah dari Sang Maha Cinta. Dan akupun sudah memahami bahwa kematianku lewat perantara apapun, pada hakikatnya adalah awal perjumpaanku kembali dengan Sang Maha Cinta dan bukan akhir dari segalanya. Bahkan jika engkau membenuhku dengan kebencian maka engkau akan dimintai tanggung jawab oleh Sang Maha Cinta, kenapa engkau begitu benci dengan ciptaanNYA hingga kau berani membunuhnya tanpa alasan yang benar?
Sejenak tikus itu berhenti berbicara dean mulai turun dari meja makan dan berjalan kearahku. Bahkan semakin dekat dengan dan samar-samar dia berkata kepadaku, "Mul, kita sama-sama menjalani takdir kita, setelah malam ini ,jika suatu saat kita bertemu lagi dan engkau berniat membunuhku, aku rela, karena aku yakin alasanmu membunuhku bukan karena kebencian yang pernah ada padamu namun takdir Sang Maha Cinta yang membawa kita. Dan aku akan bersyukur karena itu adalah saranaku untuk berjumpa dengan Sang Maha Cinta dalam Naungan Nirwana.